Nila Asin

Blog ini digunakan untuk menulis pengalaman pribadi

PPENGALAMAN DIENG CULTURE FESTIVAL | PEMOTONGAN RAMBUT GIMBAL


Hai Pembaca blogku,
kali ini aku ingin bercertia mengenai Dieng Culture Festival pada hari ke-2 dan ke-3. Berhubung Tahun 2020 merupakan tahun pandemi, oleh karena itu Dieng Culture Festival pada tahun tersebut ditiadakan.
Pada hari kedua, kami berencana pergi ke Bukit Scotter sebelum subuh tapi tidak jadi karena udara pada saat itu sangat dingin. Setelah Solat Subuh pun aku hanya duduk dan minum kopi menekuk kaki karena tidak tahan akan dinginnya pagi itu.
Setelah agak siang kami pun memasak dan sarapan kemudian pergi ke Bukit Scotter. Di sana kami berfoto - foto cantik dan ganteng. Setelah mendapatkan banyak foto - foto dari Bukit Scotter kami pun kembali ke penginapan untuk bersiap - siap ke tempat wisata selanjutnya. Pukul 12.30 selepas Dzuhur kami pergi ke Telaga Warna dan Telaga Pengilon. Awalnya kami kira tiket masuk ke Telaga tersebut gratis karena kami sudah membeli tiket masuk Dieng Culture Festival yang harganya sudah termasuk bea masuk tempat wisata di Dieng, tetapi kami salah. Ternyata Dieng Culture Festival adalah acara yang diadakan di Dieng wilayah Banjarnegara, sedangkan Telaga Warna, Telaga Pengilon dan Batu Ratapan Angin berada di wilayah Wonosobo. Berikut foto - foto di Telaga Warna dan Telaga Pengilon. 

Setelah selesai dari Batu Ratapan angin kami pun pulang ke penginapan untuk bersiap - siap pada acara malamnya. Sore hari kala itu mulai terasa dingin, aku pun memakai semua baju yang aku bawa ke Dieng karena aku takut terkena hipotermia.

Malam hari pun tiba, aku bersama anggota Baruten yang lain berjalan menuju venue yang sangat ramai karena banyak pengunjung yang tidak memiliki tiket menghalangi jalan kami menuju pintu masuk. Setelah masuk, kami pun duduk dan aku mendapatkan spot yang dekat dengan api unggun. Sebenarnya rasanya tidak enak berada di dekat api karena ketika angin berhembus menuju arahku, mataku terasa pedih. Tapi penderitaan itu hilang ketika Mbak Isyana dapat membawa suasana gembira malam itu. Alih - alih mengeluh kepedihan, aku pun sibuk menyanyi bersama. Suasana malam itu sangatlah ramai, entah berapa ribu orang. Entah kenapa ya, aku merasa takut di tengah keramaian seperti itu, aku selalu membayangkan hal yang tidak - tidak ketika di tengah keramaian apalagi ketika melihat beberapa orang tumbang entah karena pingsan atau hipotermia. Senang tapi takut campur aduk deh rasanya.

Setelah Mbak Isyana perform, kami pun melepaskan lampion yang sudah didapatkan ketika menukarkan tiket Dieng Culture Festival. Dari 11 lampion yang kami miliki, hanya 3 buah lampion (kalau tidak salah) yang bisa diterbangkan. Hal itu tidak membuat kami mengeluh kok, justru malah seru bisa membantu kelompok yang lain menerbangkan lampion. 
Keesokan harinya yaitu hari ketiga merupakan acara inti dari Dieng Festival yaitu pemotongan rambut gimbal yang dimiliki oleh anak - anak yang dipilih untuk dipotong pada festival itu. Anak - anak yang berambut gimbal tersebut dianggap istimewa karena dapat menolak bala sehingga pada acara pemotongan rambut gimbal, sang anak dapat meminta apa pun dari orang tuanya. Pada acara festival tersebut kami para peserta memakai kaos seragam yang sudah diberikan panitia beserta topi caping agar tidak kepanasan 


Siang hari pun tiba, rangkaian acara Dieng Culture Festival harus berakhir sehingga kami pun kembali ke kota asal masing - masing. Terima kasih Dieng Culture festival 2019 😊




No comments